Rabu, 24 Juni 2015

BAB 1



PENGARUH NPF DAN CAR TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH PERIODE MARET 2007-SEPTEMBER 2014
(Studi pada PT. Bank Syariah Mandiri)
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Bank syariah di Indonesia lahir sejak tahun 1992. Bank syariah pertama di Indonesia adalah Bank Muamalat Indonesia, perkembangan Bank Muamalat Indonesia masih tergolong stagnan. Namun sejak adanya krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997 dan 1998, maka para bankir melihat bank Bank Muamalat Indonesia (BMI) tidak terlalu terkena dampak krisis moneter. Para bankir berfikir bahwa BMI, satu-satunya bank syariah di Indonesia, tahan terhadap krisis moneter. Pada tahun 1999, berdirilah Bank Syariah Mandiri yang merupakan konversi dari Bank Susila Bakti. Bank Susila Bakti merupakan bank konvensional yang dibeli oleh Bank Dagang Negara, kemudian dikonversi menjadi Bank Syariah Mandiri, Bank syariah kedua di Indonesia.
Pendirian Bank Syariah Mandiri menjadi pertaruhan bagi bankir syariah. Bila BSM berhasil, maka Bank syariah di Indonesia dapat berkembang. Sebaliknya, bila BSM gagal, maka besar kemungkinan bank syariah di Indonesia akan gagal. Hal ini disebabkan karena BSM merupakan bank syariah yang didirikan oleh Bank BUMN milik pemerintah. Ternyata BSM dengan cepat mengalami perkembangan. Pendirian Bank Syariah Mandiri diikuti oleh pendirian beberapa bank syariah atau unit usaha syariah lainnya.
Secara umum produk yang ditawarkan perbankan syariah terbagi menjadi tiga bagian yaitu; produk penyaluran dana (financing), produk penghimpunan dana (funding), dan produk jasa (service).[1] Pada Bank Syariah produk penyaluran dana disebut dengan pembiayaan yang menggunakan sistem pola bagi hasil maupun non bagi hasil. Menurut Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998, Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan dan kesepakatan antara bank dan pihak lain yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.[2]
Pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah berfungsi membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dalam meningkatkan kegiatan usahanya, Bank dapat mempertemukan pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang memerlukan dana. Selain itu pembiayaan memiliki beberapa manfaat baik untuk bank itu sendiri, nasabah, maupun pemerintah. Bagi bank itu sendiri pembiayaan akan berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas bank. Hal ini dapat tercermin pada laba yang diperoleh. Dengan adanya peningkatan laba usaha bank maka akan menyebabkan kenaikan profitabilitas bank. Bagi nasabah pembiayaan akan berpengaruh terhadap usaha nasabah. Pembiayaan yang diberikan oleh bank kepada nasabah akan memperluas volume usaha.
Dilihat dari sektor per skim pembiayaan yang disalurkan oleh Bank Syariah Mandiri (BSM) Pembiayaan murabahah sampai saat ini masih mendominasi pembiayaan yang disalurkan oleh Bank Syariah Mandiri. Pembiayaan murabahah yaitu pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang dengan kewajiban mengembalikan talangan dana tersebut seluruhnya ditambah margin keuntungan bank pada waktu jatuh tempo. Bank memperoleh margin keuntungan berupa selisih harga beli dari pemasok dengan harga jual bank kepada nasabah.
Besarnya pembiayaan murabahah yang disalurkan oleh Bank Syariah Mandiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Untuk melihat kondisi internal, Bank biasanya merujuk pada laporan keuangan bank yang diindikasikan dengan rasio keuangan. Penelitian ini akan menguji beberapa faktor internal yaitu dalam bentuk rasio keuangan terhadap tingkat penyaluran pembiayaan murabahah yang disalurkan oleh Bank Syariah Mandiri (BSM). Rasio keuangan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu Non Performing Financing (NPF) dan Capital Adequacy Ratio (CAR).
Berikut adalah data NPF, CAR dan Pembiayaan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah berdasarkan Statistik Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah :




Tabel 1.1 Statistik Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
 2008-2014[3]

NPF (%)
CAR (%)
Pembiayaan (Rp. Miliar)
2008
1,42
12,81
38,195
2009
4,01
10,77
46,886
2010
3,02
16,25
68,181
2011
2,52
16,63
102,655
2012
2,22
14,13
147,505
2013
2,62
14,42
184,122
2014 Nov
4,86
15,66
198,376

Non performing financing sangat berpengaruh terhadap pengendalian biaya dan juga berpengaruh terhadap kebijakan pembiayaan yang dilakukan oleh bank syariah. Semakin tinggi NPF maka semakin rendah pembiayaan yang dilakukan oleh bank syariah. Berdasarkan data statistik perbankan syariah bulan November tahun 2014 menjelaskan bahwa NPF rasio keuangan bank umum syariah dan unit usaha syariah mencapai 4,86% meningkat 2,24% dari NPF pada tahun 2013 yang hanya mencapai 2,62%, namun di sisi pembiayaan bank umum syariah dan unit usaha syariah mengalami peningkatan sebesar Rp. 14,256 (miliar), pada bulan November 2014 pembiayaan bank umum syariah dan unit usaha syariah mencapai Rp. 198,376 (miliar) dan pada tahun 2013 pembiayaan bank umum syariah dan unit usaha syariah mencapai Rp. 184,120 (miliar). NPF merupakan pembiayaan bermasalah dimana terdiri dari pembiayaan kurang lancar, macet dan diragukan.
Berikut adalah Data Pembiayaan Non Lancar Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah :

Tabel 1.2 Pembiayaan Non Lancar Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah 2008-2014[4]
(Rp. Miliar)
Kolektabilitas Pembiayaan
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014 Nov
Kurang lancar
525
435
677
1.075
980
1.353
2.611
Diragukan
224
582
332
297
535
739
1.668
Macet
759
865
1.062
1.316
1.753
2.735
5.363
Total
1.509
1.882
2.061
2.588
3.269
4.828
29.642


Berdasarkan data statistik perbankan syariah bulan November 2014 menjelaskan bahwa pembiayaan kurang lancar bank umum syariah dan unit usaha syariah mencapai Rp. 2.611 (miliar) padahal pada tahun 2013 pembiayaan kurang lancar hanya mencapai Rp. 1.353 (miliar), pembiayaan macet bank umum syariah dan unit usaha syariah mencapai Rp. 5.363 (miliar) meningkat Rp. 2.628 (miliar) dari tahun 2013 yang mencapai Rp. 2.735 (miliar), dan pembiayaan diragukan bank umum syariah mencapai 1.668 (miliar rupiah) pada November 2014, dan Rp. 739 (miliar) pada tahun 2013.
Capital adequacy ratio merupakan rasio kecukupan modal bank, rasio ini berpengaruh terhadap pembiayaan yang dilakukan oleh bank semakin tinggi CAR maka akan mendorong ekspansi pembiayaan yang dilakukan oleh bank syariah. Tabel 1.1 menunjukan bahwa rasio kecukupan modal bank umum syariah dan unit usaha syariah mencapai 15,66%, tahun 2013 mencapai 14,42%, tahun 2012 mencapai 14,13%, tahun 2011 mencapai 16,63%, tahun 2010 mencapai 16,25%, tahun 2009 mencapai 10,77%, dan tahun 2008 mencapai 12,81%. Berdasarkan data tersebut pada tahun 2009 rasio kecukupan modal bank umum syariah dan unit usaha syariah mengalami penurunan dibanding tahun 2008 yang mencapai 12,81%, namun hal ini tidak diiringi dengan menurunnya pembiayaan yang dilakukan bank syariah, pada tahun 2009 pembiayaan bank umum syariah dan unit usaha syariah mencapai Rp. 46.886 (miliar), meningkat dibandingkan tahun 2008 yang hanya mencapai Rp. 38.195 (miliar).
Fenomena ini juga dialami oleh Bank Syariah Mandiri, hal ini dapat dilihat dari laporan keuangan tahunan bank syariah mandiri yang dipublikasikan, terlihat bahwa NPF dan CAR pada Bank Syariah Mandiri mengalami fluktuasi sedangkan pembiayaan justru mengalami peningkatan.

Tabel 1.3 Data Rasio NPF, CAR dan Pembiayaan Murabahah BSM 2009-2013[5]

NPF (%)
CAR (%)
Pembiayaan (Rp. Miliar)
2009
4,84
12.39
16.063
2010
3,52
10,60
23.968
2011
2,42
14,57
36.727
2012
2,82
13,82
44.755
2013
4,32
14,10
50.460
Data diatas menjelaskan bahwa terdapat fenomena bisnis dalam penyaluran pembiayaan, dapat dilihat bahwa NPF dan CAR mengalami fluktuasi tetapi hal tersebut tidak terjadi pada pembiayaan. Pembiayaan yang dimiliki oleh bank umum syariah dan unit usaha syariah justru mengalami peningkatan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Berdasarkan latar belakang diatas menarik untuk dicermati lebih lanjut mengenai penyaluran pembiayaan murabahah bank syariah khususnya Bank Syariah Mandiri, sehingga dipandang perlu mengadakan suatu penelitian yang berkaitan tentang pembiayaan pada bank syariah terutama mengenai faktor-faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena alasan itulah penulis mencoba merumuskan suatu penelitian dengan judul :”PENGARUH NON PERFORMING FINANCING (NPF) DAN CAPITAL ADEQUACY RATIO (CAR) TERHADAP TINGKAT PEMBIAYAAN MURABAHAH PERIODE MARET 2007 – SEPTEMBER 2014 (Studi pada PT. Bank Syariah Mandiri, Tbk)”.

B.  Identifikasi Masalah
Dengan memperhatikan uraian pada latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan identifikasi masalah dalam penelitian ini, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penyaluran pembiayaan murabahah pada PT. Bank Syariah Mandiri. Masalah-masalah yang dapat mempengaruhi tingkat pembiayaan murabahah dapat diidentifikasi berupa faktor internal maupun faktor eksternal. Dalam perbankan syariah faktor internal merupakan faktor yang ada di dalam perbankan syariah itu sendiri, faktor ini berupa rasio keuangan yang ada pada perbankan syariah. Sedangkan faktor eksternal  merupakan faktor yang berasal dari luar seperti kebijakan pemerintah terkait perbankan syariah.

C.  Perumusan Masalah
1.      Apakah Non Performing Financing (NPF) dan Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh secara bersama-sama atau simultan terhadap tingkat pembiayaan murabahah pada PT. Bank Syariah Mandiri?
2.      Apakah Non Performing Financing (NPF) berpengaruh terhadap tingkat pembiayaan murabahah pada PT. Bank Syariah Mandiri?
3.      Apakah Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh terhadap tingkat pembiayaan murabahah pada PT. Bank Syariah Mandiri?
4.      Seberapa besar pengaruh kedua variabel bebas terhadap variabel terikat?

D.  Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1.      Untuk menganalisis apakah Non Performing Financing dan Capital Adequacy Ratio secara simultan atau bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat pembiayaan murabahah Bank Syariah Mandiri.
2.      Untuk menganalisis apakah Non Performing Financing mempengaruhi tingkat pembiayaan murabahah Bank Syariah Mandiri.
3.      Untuk menganalisis apakah Capital Adequacy Ratio mempengaruhi tingkat pembiayaan murabahah Bank Syariah Mandiri.
4.      Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh kedua variabel bebas terhadap variabel terikat.

E.  Manfaat/Signifikansi Penelitian
1.      Bagi Peneliti
Diharapkan hasil penelitian ini, secara umum dapat meningkatkan wawasan ilmu pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah.
2.      Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang baik bagi perusahaan dalam menyalurkan pembiayaan.
3.      Bagi Akademisi
Dapat memberikan sumbangsih pemikiran keilmuan ekonomi syariah khususnya tentang perbankan syariah serta berguna sebagai bahan pertimbangan dan informasi bagi peneliti lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Disisi lain penelitian ini dapat menambah wawasan dan kepustakaan bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

F.   Kerangka Pemikiran
Pembiayaan merupakan aktifitas bank syariah dalam menyalurkan dana kepada pihak lain selain Bank berdasarkan prinsip syariah. Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan didasarkan pada kepercayaan yang diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna dana. Salah satu pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah adalah pembiayaan yang menggunakan akad murabahah. Secara sederhana, murabahah berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati.[6]
Perbankan konvensional sebagai bank yang telah lama menawarkan berbagai produk unggulan perbankan, di antaranya kredit kepemilikan baik rumah kendaraan bermotor atau pun lainnya. Oleh karena itu untuk melengkapi produk unggulannya Bank Syariah menggunakan skim bai’ al-Murabahah dalam kegiatan pembiayaan demi mengakomodasi keinginan dari para nasabahnya untuk dapat memiliki rumah, kendaraan bermotor atau yang lainnya.  Menurut Sutedi murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan), yaitu prinsip bai’ (jual beli), dimana harga jualnya terdiri atas harga pokok barang ditambah nilai keuntungan (ribhu) yang disepakati.[7] Murabahah adalah produk yang paling populer dalam praktek pembiayaan pada perbankan syariah. Murabahah merupakan transaksi kepercayaan (trustworthiness), sebab pembeli telah mempercayakan penjual untuk menentukan harga asal barang yang dibelinya. Oleh karena itu, ketika Bank menawarkan skim pembiayaan murabahah, maka sebenarnya bank menawarkan kepercayaan dan good-will yang tinggi kepada nasabah, dan sebaliknya nasabah juga memberikan kepercayaan yang penuh kepada pihak bank. Konsep amanah dan saling mempercayai inilah yang membedakan murabahah dengan pinjaman yang berbasiskan bunga tetap. Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan/margin yang disepakati. Dalam jual beli ini, penjual harus memberi tahu harga pokok pembelian barang dan menentukan tingkat keuntungan tertentu sebagai tambahan dan menjelaskannya kepada pembeli. Murabahah menekankan adanya pembelian komoditas berdasarkan permintaan nasabah, bukan hanya peminjaman semata sebagai mana dalam sistem kredit pada di perbankan konvensional.[8] Pembiayaan ini mirip dengan kredit modal kerja dari bank konvensional karena itu jangka waktu pembiayaan tidak lebih dari satu tahun. Bank mendapatkan keuntungan dari harga barang yang dinaikkan. Bank membiayai pembelian barang dengan membeli barang itu atas nama nasabahnya dan menambahkan suatu mark up sebelum menjual barang itu kepada nasabah atas dasar cost-plus profit. Harga barang dalam perjanjian murabahah dibayar nasabah secara dicicil/angsur.
Salah satu penyumbang pendapatan terbesar pada bank syariah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah, dimana pembiayaan yang mendominasi adalah pembiayaan murabahah, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi besar kecilnya tingkat pembiayaan murabahah yang akan disalurkan oleh bank syariah, faktor tersebut dapat berupa faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal tersebut biasanya berupa kondisi keuangan dari bank syariah sendiri, dalam hal ini dapat dilihat dari laporan keuangan yang di publikasikan oleh bank syariah sendiri maupun oleh OJK baik dalam bentuk laporan keuangan bulanan, triwulan maupun laporan keuangan tahunan. Dalam penelitian ini akan mengungkap beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pembiayaan murabahah pada bank syariah khususnya Bank Syariah Mandiri. Faktor yang pertama yaitu Non Performing Financing (NPF) dan Capital Adequacy Ratio (CAR).
Pertama, Non Performing Financing atau dalam Bank Konvensional disebut Non Performing Loan merupakan kredit bermasalah yang menunggak melebihi 90 hari. Non performing loan dibagi menjadi 3 yaitu kredit kurang lancar, kredit diragukan dan kredit macet menurut ketentuan Bank Indonesia.[9] Oleh kebanyakan Bank sentral kredit bermasalah dikategorikan sebagai aktiva produktif Bank yang diragukan kolektabilitasnya. Semakin tinggi kredit bermasalah (NPF) maka penyaluran pembiayaan murabahah akan menurun. Untuk menjaga dana para deposan, Bank Sentral mewajibkan Bank umum untuk menyediakan cadangan penghapusan kredit bermasalah, dengan demikian semakin besar jumlah saldo  kredit bermasalah yang dimiliki Bank, akan semakin besar cadangan yang harus segera disediakan, serta semakin besar pula biaya yang harus mereka tanggung untuk mengadakan dana cadangan itu. Untuk itu dalam penyaluran dana Bank harus memperhatikan besarnya nilai NPF ini.
Kedua, Capital Adequacy Ratio adalah gambaran mengenai kemampuan bank syariah mampu memenuhi kecukupan modalnya. CAR berfungsi untuk menampung risiko kerugian yang mungkin akan dihadapi oleh bank. Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu membiayai kegiatan operasional dan bank tersebut mampu memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pencapaian profitabilitasnya. Sesuai ketentuan Bank Indonesia, bank harus memenuhi kewajiban penyediaan modal minimum (Capital Adequacy Ratio).[10] CAR berpengaruh terhadap tingkat pembiayaan murabahah yang disalurkan oleh Bank, meningkatkan CAR maka akan mendukung ekspansi pembiayaan murabahah.
Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran tersebut diringkas dalam gambar :

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran
Non Performing Financing (NPF)
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Pembiayaan Murabahah
 






G. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah dan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai penelitian ini, pembahasan dilakukan secara komprehensif dan sistemik yang secara garis besar terdiri dari :
BAB I PENDAHULUAN, Merupakan bab yang menguraikan mengenai hal-hal berkaitan dengan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat/signifikansi penelitian, kerangka pemikiran dan sistematika pembahasan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA, Merupakan bab yang membahas tentang kerangka teori yang terdiri dari bank syariah, murabahah, rasio keuangan bank syariah, penelitian terdahulu,  hubungan antar variabel dan hipotesis.
BAB III METODE PENELITIAN, Merupakan bab yang membahas mengenai metode yang digunakan penulis dalam penelitian. Bab ini memuat tentang ruang lingkup penelitian, teknik analisis data dan operasional variabel penelitian.
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN, Merupakan bab yang membahas tentang hasil-hasil dari penelitian penulis. Pada bab ini menjelaskan tentang gambaran umum objek penelitian dan analisis data.
BAB V PENUTUP, Bab ini memuat beberapa kesimpulan dan saran dari penulis sebagai hasil dari pembahasan dan penguraian di dalam penelitian ini, berdasarkan permasalahan yang dimaksud.



[1] Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h. 97.
[2] Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), h. 106.
[3] Otoritas Jasa Keuangan, Data Statistik Perbankan Syariah, dari http://www.ojk.go.id/data-statistik-perbankan-syariah  diakses pada tanggal 10 Desember 2014 pukul 19.30.
[4] Otoritas Jasa Keuangan, Data Statistik Perbankan Syariah, dari http://www.ojk.go.id/data-statistik-perbankan-syariah  diakses pada tanggal 10 Desember 2014 pukul 19:30.
[5] Bank Syariah Mandiri, Laporan Keuangan Publikasi Tahunan Bank Syariah Mandiri, dari http://www.syariahmandiri.co.id/category/investor-relation/laporan-tahunan/ di akses pada tanggal 17 Februari 2015 pukul 20:50.
[6]Adiwarman A. Karim, Bank Islam ..., h. 113
[7]Adrian Sutedi, Perbankan Syariah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), h. 122.
[8]Ahmad Kamil dan M. Fauzan, Kitab Undang-Undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 306.
[9] Ismail, Akuntansi Bank Teori dan Aplikasi Dalam Rupiah, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 220.
[10] Ismail, Akuntansi Bank ..., h.126.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar